Arti gas desa bagi pemburunya

Selasa, 28 Mei 2024 21:06 WIB
Foto: Gatot Aribowo

Rombongan Genk 103 tengah menikmati jamuan makan di rumah Santet di RT. 02/RW. 1 Dukuh Glagahan, Desa Jepangrejo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Indonesia Raya.

Gas desa, dieja dengan logat Jawa menjadi gas deso (o dalam odong-odong) bak lebaran kedua di desa. Pesta makanan dari rumah ke rumah, menjamu tamu dari desa lain hingga teman kota. Menjadi tradisi yang merekatkan tali persaudaraan antara teman yang sudah saling kenal hingga yang belum kenal dan baru kenal. Turut menikmati makan dan santap siang adalah penghormatan bagi tuan rumah dan jamuan bagi tamu. Bagi pemburunya, gas desa adalah memperluas pertemanan atau relasi sosial. Sementara bagi politisinya, gas desa adalah memperluas kantong suara atau relasi politik.

BERLIMA, Genk 103 berkendara menuju ke selatan kota pada siang itu, Selasa Kliwon (28/5/2024). Genk ini sebutan untuk orang-orang yang berkumpul di rumah salah seorangnya, Catur Oke Abrianto di Jalan Pemuda nomor 103 Blora. Mengambil angkanya, sebutan 103 beken di telinga mereka untuk merujuk lokasi keberadaan. Genk ini pada Selasa Kliwon itu hendak nglurug ke rumah kenalan lawasnya di Dukuhan Glagahan, Desa Jepangrejo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Indonesia Raya. Nglurug adalah bahasa Jawa merujuk pada ramai-ramai bertamu ke rumah seseorang.

Sejalan dengan nama jalannya Jalan Pemuda, orang-orang ini tergolong muda penampilannya meski usia sudah masuk paruh baya. Catur sendiri kerap berpenampilan ala rocker. Berambut gondrong berkaos t-shirt dan bersepatu rocker, penampilan ketua genk ini beken di fashion tahun 90-an. Meski penampilan sangar, tapi pria tinggi besar ini ramah dan bersahabat orangnya. Ia dan orang-orangnya banyak teman di desa-desa yang bulan-bulan ini sedang ramai-ramainya gas desa. Catur kadang tak kenal dengan tuan rumah dari tempat dukuhan yang gas desa. Tapi ada temannya yang kenal, lalu dikenalkan.

"Sarana untuk menambah teman baru," katanya.

Baru mengenal tuan rumah dialami juga oleh Herman Joko Santoso, anggota genk yang bertubuh kurus. Selasa Kliwon itu ia ikut dalam rombongan berlima, bertamu ke rumah Susanto yang oleh teman-teman bekennya akrab disapa dengan Santet. Santo, panggilan beken Herman Joko Santoso, belum kenal dengan Santet. Tapi ia sudah menghapal nama itu dari rumah 103 saat diperbincangkan dalam obrolan.

"Saya juga baru kenal dan tahu orangnya," katanya.

Khas pemuda desa berkulit gelap, Santet mengadakan jamuan makan siang dan jajanannya. Berlauk lele goreng dan bersayur santan, menu makan siang itu diletakkan di meja rumah depannya. Sebagian tamu yang datang duduk lesehan di rumah depan, sebagian lagi di rumah tengah yang terletak meja tamunya. Sebagian teman ada yang mencukupkan makannya, sebagian lagi menambah porsinya.

"Pasukan takut lapar," sebutan untuk yang berburu makan kenyang menambah porsinya.

Jajanan ala desa terhidang. Dari tape hingga bugis dan nogosari adalah jajanan khas desa sejak dulu kala. Tapi dalam tradisi gas desa di Kabupaten Blora, jajanan favorit adalah dumbeg. Pasangan jajannya biasanya pasung. Namun yang banyak diperbincangkan adalah dumbeg. Ini jajanan olahan dari tepung beras, gula jawa atau gula nira, santan kelapa dan potongan krambil. Konon ada desa tertentu yang bikin olahnnya khas dan lezat.

Gas desa Dukuh Glagah ini gas desa ketiga di Desa Jepangrejo. Jumat sebelumnya, Dukuhan Jasem. Jumat minggu sebelumnya lagi, Dukuh Jlubang. Ada 7 dukuhan di sana. Selain 3 dukuhan yang telah disebutkan, dukuhan lain antara lain: Jepangrejo 1, Jepangrejo 2, dan Jepangrejo 3, serta Dukuhan Gusten. Dukuhan Jepangrejo 1, 2, dan 3 merujuk pada pengelompokan wilayah dukuhan yang dinilai terlalu luas untuk dijadikan satu dukuhan, yakni Dukuhan Jepangrejo. Lalu konon ceritanya dipecah jadi blok-blok, dengan satu bloknya terdiri 2 status administratif Rukun Warga (RW).

"Tiap dukuhan ada hari gas desanya," ujar Sugito, Kepala Desa Jepangrejo.

Gas Desa Glagah diramaikan dengan tontongan dangdut. Penyanyi yang didatangkan lokalan. Meski lokalan, Santet mengaku mengeluarkan biaya hingga Rp10 juta untuk memberikan tontontan keramaian ini.

"Nanti malam kami ada tontongan dangdut yang ongkosnya urunan para pemudanya," kata Santet.

Bagi Santet sebagai tuan rumah yang mengadakan acara jamuan makan, gas desa adalah momentum untuk saling kunjung antar-teman antar-kerabat. Dari teman-temannya, teman anak-anaknya yang lain dukuhan dan lain desa, juga teman-teman istrinya.

Dukuh Glagah lebih dekat ditempuh lewat Kamolan dari Kota Blora. Namun siang itu, saking asyiknya ngobrol kondisi politik nasional membuat rombongan 103 kebablasan hingga Desa Badong. Akhirnya kami pun lewat pemukiman yang tembus hingga pertigaan depan rumah Bidan Deasy RH. Dari pertigaan ini, ke kanan akan menuju blok dukuhan Jepangrejo, sementara ke kiri menuju Dukuhan Glagahan setelah memotong jalan persawahan.