SEKITAR 10-an ibu-ibu berkumpul di ruang Perpustakaan Kartini Desa Nglobo pada pertengahan Juni 2024. Kebetulan hari Jumat itu, Denok Sriwahyuni tidak terlalu sibuk. Sehingga ia bisa mengumpulkan ibu-ibu pengurus PKK Desa Nglobo untuk mengerjakan administrasi kegiatan bulanan. Ini adalah kegiatan rutin setiap bulan bagi pengurus PKK yang terbagi 4 kelompok kerja, meski pengadministrasian bisa dikerjakan di rumah masing-masing. Namun mereka lebih suka mengerjakannya bersama-sama pada pertengahan bulan, sambil kumpul-kumpul mengadakan arisan. Sementara di minggu terakhir mereka akan berkumpul dengan seluruh ibu-ibu anggota PKK, mengadakan pertemuan rutin bulanan.
Denok adalah Kepala Perpustakaan Kartini Desa Nglobo. Ia istri kepala Desa Nglobo, Pudik Harto. Kesehariannya menjalani tugas sebagai bidan desa. Jumat itu, pas pertengahan bulan tak ada kesibukan Denok sebagai bidan desa. Jadinya ia bisa ikut kumpulan ibu-ibu kelompok kerja PKK untuk merampungkan administrasi dan pembukuan. Sementara bagi ibu-ibu kelompok kerja itu, tanpa kehadiran Denok suasananya tidak seru, dan tidak ada yang dijadikan tempat konsultasi saat menemui kesulitan.
"Ibu-ibu yang hadir ini rata-rata perajin produk-produk dari hasil perpustakaan berbasis inklusi sosial," katanya saat bercengkerama dengan Duta Pustaka yang diundang wawancara pada Jumat itu.
Ada Sarinah, Eka Sari Utami, Wulandari, Ngatminingsih, juga Ristia Winarti. Mereka berlima perajin produk kerajinan dari olahan limbah plastik bungkusan makanan ringan. Mereka olah menjadi tempat tisu ataupun tas. Barang-barang yang sudah jadi mereka pajang di toko souvenir. Toko ini dipunyai BUMDes, badan usaha milik desa. Guyub Rukun Sejahtera, nama BUMDes-nya.
"Kita jualnya saat ada kunjungan ke Desa Nglobo. Banyak tempat-tempat wisata yang kami punyai, yang ramai sekarang pemandian air hangat Plumpung," kata Denok.
Selain penghasil produk kerajinan hasil olahan limbah plastik, inklusi sosial perpustakaan Desa Nglobo juga menghasilkan produk-produk olahan makanan. Ada Linda Widya Utami Ningrum yang membuat produk kriping pisang. Ada pula Wijiati yang membuat produk kripik sukun. Tak ketinggalan Sulastri yang membuat kripik singkong. Mereka ini sebelumnya memang telah menggeluti produk olahan makanan tersebut.
"Kalau kripik singkong dikerjakan sama Sulastri. Pemasarannya sudah meluas, hingga ke luar desa. Bahkan sampai di Jepon hingga Cepu. Sedangkan kripik sukun dikerjakan saat ada pesanan. Bahannya musiman. Kalau kripik pisang pemasarannya belum meluas, masih di dalam desa sendiri. Kalaupun ke luar desa, saat ada yang pesan. Dikerjakan Mbak Ningrum sama ibunya," jelas Denok.
Produk olahan makanan yang akan dikembangkan lagi adalah lontong sukun. "Ini mereka sedang saya paksa untuk mengembangkan membuat lontong sukun," ujar Denok.
Paksaan adalah cara Denok untuk menyemangati ibu-ibu di desanya dalam menciptakan dan mengembangkan produk. "Saya itu tidak bisa membuat (produk), tapi saya pengen ibu-ibunya yang membuat. Jadi saya paksa mereka untuk membuat. Ketika saya paksa, mereka malah menyambutnya dengan tertawa. Tapi akhirnya mereka membuat juga. Karena saya pengen ada yang bisa dibuat dan ditawarkan kepada mereka yang berkunjung ke desa kami," ujarnya.